BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Belajar adalah
sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak
untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah
perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa
manusia tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri
individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa
berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan
lingkungan tersebut.
Dalam
kegiatan sehari-hari sebenarnya kita telah melakukan kegiatan “gejala belajar”,
karena kemampuan yang kita miliki merupakan hasil dari belajar. Adanya
perubahan dari tingkah laku menandakan terjadinya belajar. Makin banyak
kemampuan yanga diperolah sampai menjadi milik pribadi, makin banyak pula perubahan yang dialami. Kemampuan tersebut digolongkan menjadi
kemampuan kognotif yang meliputi pemahaman dan pengetahuan, kemampuan
sensorik-motorik yang meliputi kemampuan melakukan gerak-gerik badan dalam
waktu tertentu, kemampuan dinamik-afektif yang meliputi sikap dan nilai
yang meresapi perilaku dan tindakan.
Para
ahli marumuskan hasil belajar secara relatif bersifat konstan dan berbekas.
Dikatakan secara relatif karena ada kemungkinan suatu hasil belajar ditiadakan
atau dihapus dan diganti dengan hasil yang baru, ada kemungkinan pula hasil
belajar terlupakan.
Belajar
merupakan kegiatan metal yang tidak dapat disaksikan dari luar. Hasil belajar
tidak langsung kelihatan, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan
kemampuan yang telah diperolehnya dari belajar.
Belajar
terjadi dalam interaksi dengan lingkungan (dalam bergaul dengan orang lain,
dalam memgang benda dan dalam menghadapi peristiwa manusia belajar). Supaya
terjadi belajar, oarng dituntut untuk melibatkan diri dan harus berinteraksi
aktif.
Berikut
perubahan yang bukan akibat dari belajar:
a. Perubahan
akibat kelelahan fisik.
b. Perubahan
akibatmenggunakan obat.
c. Perubahan
akibat pengaruh penyakit parah atau trauma.
d. Perubahan
akibat pertumbuhan jasmani.
Dengan
demikian tidak semua perubahan merupakan hasil dari belajar.
Untuk
mendapatkan perubahan itu bermacam-macam caranya. Setiap perbuatan belajar
mempunyai ciri-ciri masing-masing. Para ahli dengan melihat ciri-ciri yang ada
di dalamnya, mencoba membagi ragam-ragam belajar ini, disebabkan sudut pandang.
Oleh karena itu, sampai saat ini belum ada kesepakatan atau keragaman dalam
merumuskannya. A. De Block misalnya berbeda dengan C. Van Parreren dalam
merumuskan sistematika ragam-ragam belajar. Demikian juga antara rumusan
sistematika ragam-ragam belajar yang dikemukakan oleh C. Van Parreren dengan
Robert M. Gagne.
Belajar menurut kamus bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka di buatlah satu rumusan masalah yang akan menjadi cakupan keseluruhan isi
makalah ini, yaitu: apa sajakah bentuk
atau jenis belajar menurut A. De Block, C. Van Parreren, dan
Robert M. Gagne.
1.3
Tujuan
Pembahasan
Mengetahui
teori bentuk – bentuk atau jenis – jenis belajar menurut
beberapa ahli yaitu A. De Block, C. Van Parreren, dan
Robert M. Gagne
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jenis – Jenis
Belajar
2.1.1
Jenis-jenis
Belajar Menurut A. De Block
Fungsi konatif/dinamik
dan fungsi afektif berkaitan erat satu sama lain, maka sering dipandang dua
komponen satu aspek kepribadian. Demikian pula fungsi sensorik dan motorik
berkiaitan erat, maka sering dipandang sebagai dua komponen dalam setu aspek
kepribadian. Namun, dalam sistematika dalam bentuk belajar yang disusun
oleh A. De Block, fungsi dinamik dan fungsi afektif dipandang sebagai fungsi
tersendiri, biarpun tidak terlepas antara satu dengan yang lainnya.
1.Bentuk
belajar menurut fungsi psikis:
a. Belajar
dinamik/konatif
Ciri khasnya terletak dalm belajar berkehendak sesuatu secara wajar, sehingga
orang tidak menyerah pada sembarang mengehendaki dan tidak menghendaki segala
hal. Berkehendak adalah suatu aktifitas psikis, yang terarah pada suatu
pemenuhan kebutuhan yang disadari dan dihayati. Kebutuhan itu dapat berupa
kebutuhan psikologis dan biologis. Berkehendak itu bukan bereti berkeinginan
saja, namun juga berdaya upaya nyata untuk mencapai apa yang dikehendaki.
b. Belajar
afektif
Salah satu cirinya adalah belajar menghayati nilai dari suatu obyek melelui
alam persaan, entah obyek berupa orang, benda, peristiwa. Serta mampu
mengungkapkan perasaan dengan ekspresi yang wajar. Orang harus bisa menerima
perasaan sebagai bagian dari kepribadiaannya sendiri yang berperan positif,
karena di dalamnya dia menialai secara spontan, apa yang baik dan apa yang
jelek baginya. Fungsi afektif dan dinamik berkaitan satu sama lain,
karena setiap kehendak dan kemauan disertai perasaan dan setiap perasaan
mengandung dorongan untuk berkehendak dan kemauan.
c. Belajar
kognatif
Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah
mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui
tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental.
Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalamannya
kepada temuannya. Ketika dia menceritakan pengalamannya selama dalam
perjalanan, dia tidak dapat menghadirkan objek-objek yang pernah dilihatnya
selama dalam perjalanan itu di hadapan temannya itu, dia hanya dapat
menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Gagasan atau
tanggapan tentang objek-objek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau
kalimat yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah
dimiliki, maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti
semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan
luaslah alam pikiran kognitif orang itu. Belajar kognitif penting dalam
belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan
belajar kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak berproses ketika memberikan
tanggapan terhadap ojek-objek yang diamati. Sedangkan belajar itu sendiri
adalah proses mental yang bergerak kea rah perubahan.
Ciri khas belajar kognitif terletak dalam belajar memperoleh dan
menggunakan suatu bentuk representasi yang mewakili semua obyek yang dihadapi,
entah obyek itu orang benda atau peristiwa sekalipun. Segala obyek yang
dipresentasikan atu dihadirkan dalam diri seorang melalui tanggapan, gagasan,
atau lambang, yang semuanya bersifat mental. Pembahasan tentang aktifitas
kognitif yaitu mengingat dan berfikir.
1) Mengingat
adalah aktifitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal
dari masa yang lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang diperoleh di masa
lampau. Rekognisi (mengenal kembali) dan Reproduksi (mengingat
kembali), merupakan dua bentuk mengingat. Mengenal kembali, orang dihadapkan
pada suatu obyek pada saat itu dia menyadari bahwa obyek itu pernah
dijumpsi di masa lampau. Mengingat kembali, dihadirkan kesan dari masa lampau
dalam bentuk suatu tanggapan atau suatu gagasan, tetapi hal diingat tersebut
tidak hadir pada saat mengingat kembali seperti yang terjadi pada mengenal
kembali. Pada saat mempelajari materi untuk pertama kali, siswa mengolah bahan
pelajaran (fase fiksasi), yang kemudian disimpan dalam ingatan (fase
retensi), akhirnya materi yang diperlajari dahulu dan disimpan itu direproduksi
kembali (fase evokasi).
2) Dalam
aktifitas mental berfikir paling menjadi jelas, bahwa manusia berhadapan dengan
obyek-obyek yang diwakili dalam kesadaran. Jadi, orang tidak langsung
menghadapi obyek secara langsung seperti yang terjadi dalam mengamati
sesuatu bila melihat, mendengar, dan meraba.
d. Belajar
senso-motorik
Ciri khasnya
teletak pada belajar menghadapi dan menangani obyek secara fisik, termasuk
kejasmanian manusia itu sendiri. Aktivitas mengamati melalui alat indera
(sensorik) maupun menggerakkan (motorik), memegang peranan penting.
Sensorik bisa berupa aktifitas pengamatan. Berketerampilan motorik
berarti melekukan suatu rangkaian gerak-gerik dalam urutan tertentu tanpa
menyadari sepenuhnya uruutan dan bentuk gerak-gerik itu. Keterampilan motorik
merupakan hasil dari belajar. Menurut Pieget, belajar senso-motorik merupakan
dasar bagi belajar berfikir dan emegang arti penting dalam kehidupan.
Bentuk-bentuk
belajar menurut materi yang dipelajari:
a. Belajar
teoritis; Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta
(pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami
dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang
studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsef, relasi-relasi di antara
konsep-konsep dan struktur-struktur hubungan. Missalnya, “bujur sangkar”
mencakup semua persegi empat; iklim dan cuaca berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman; tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus dan species. Sekaligus dikembangkan
dalam metode-metode untuk memecahkan problem-problem secara efektif dan
efesien, misalnya dalam penelitian fisika.
b. Belajar
teknis; Bentuk belajar ini bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan dalam menangani dan memegang benda-benda serata
menyusun bagian-bagian materi menjadi suatu keseluruhan.
c. Belajar
bermasyarakat; Bentuk belajar ini bertujuan untuk mengekang dorongan dan
kecendrungan sepontan, demi kehidupan bersama, dan memberi kelongaran kepada
orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.
d. Belajar
estetis; Bentuk belejar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan
menghayati keindahan di berbagai bidang seni.
Bentuk
belajar yang tidak begitu disadari
Dalam
bergaul dengan lingkungannya, orang juga belajar banyak hal yang berguna untuk
mengatur kehidupan. Dua bentuk belajar yang kerap ditemukan:
1) Belajar
insidental, berlangsung bila orang ,mempelajari sesuatu dengan tujuan tertentu,
tetapi juga belajar hal lain yang sebenarnya tidak menjadi sasaran. Dalam
bahasa inggris disebut “ incidental learning ” dan berperan
positif. Sedangkan “ acidental learning “ adalah belajar
insidental yang berperan negatif dan tidak diharapkan terjadi.
2) Belajar
tersembunyi, yang dalam bahasa inggris disebut “ latent learning “, juga
dipelajari sesuatu tanpa ada intensi/maksud untuk belajar hal itu, namun tidak
adanya maksud hanya terdapat pada pihak orang yang belajar. Dalam belajar di
sekolah, guru dapat merencanakan supaya siswa belajar sesuatu tanpa menyadari
bahwa mereka sedang belajar yang dimaksudkan oleh guru.
Dalam
belajar insidental baik guru atau siswa tidak mempunyai maksud kan dalam untuk
belajar, sedangkan dalam belajar tersembunyi hanya siswa yang tidak memiliki
maksud. Belajar secara tersembunyi dapat direncanakan oleh guru, meskipun pada
saat tertentu siswa harus disadarkan akan sikap apa yang telah dikembangkan
pada dirinya.
2.1.2
Jenis-jenis Belajar Menurut C. Van Parreren
C. Van Parreren menaruh banyak perhatian pada variasi dalam bentuk atau
jenis belajar. Van parreren juga menekankan perlunya menentukan ciri-ciri khas
dari hasil belajar yang kemudian menemukan kekhusussan dari proses belajar yang
dilalui untuk sampai pada hasil itu, dan akhirnya memikirkan syarat-syarat yang
berlaku pada proses belajar semacam itu.
C. Van
Parreren membedakan antara aktivitas kognitif dan aktivitas non-kognitif. Dalam
aktivitas kognitif, prestasi diberikan berdasarkan mengetahui, berpikir,
mempertimbangkan, membandingkan, memilih dan lain sebagainya, yang semuanya
disertai dengan kesadaran tinggi. Aktivitas non-kognitif, dimana prestasi
diberikan berdasarkan mengangkat, menurunkan, memindahkan, menaikkan,
memutarkan dan lain sebagainya, yang semuanya berlangsung dengan sendirinya
(secara otomatis), tanpa disertai kesadaran tinggi mengenai apa yang dibuat dan
dan mengapa dibuat begitu.
C. Van Parreren
mengelompokkan proses-proses belajar dalam kelompokkan proses-proses belajar
dalam kelompok yang membawa kemampuan kognitif dan kelompok yang membawa ke
kemampuan yang non kognitif. Dalam belajar disekolah, kelompok proses belajar
yang pertama sangat menonjol peranannya dan, karena itu mendapat perhatian
khusus dalam psikologi pengajaran.
Adapun bentuk-bentuk
sebagaimana dikembangkan oleh Van Parreren, secara lengkap, adalah
sebagai berikut:
1. Membentuk
otomatisme
Bentuk belajar ini terutama meliputi belajar keterampilan motorik, tetapi
dapat juga meliputi belajar kognitif. Ciri khas kemampuan yang diperoleh,
terletak dalam otomatisasi sejumlah rangkaian gerak-gerik yang
terkoordinir satu sama lain. Keuntungan dari kemampuan yang sudah menjadi
otomatisme orang itu akan bisa mencurahkan perhatian pada aktivitas lain,
misalnya menyusun karangan sambil mengetik. Kelemahan dari pada otomatisme
adalah keterampilan baik motorik atau hafalan menjadi kaku dan tidak fleksibel.
Ada fase-fase yang harus dilalui dalam membentuk otomatisme yaitu, fase
kognitif yang artinya orang mengetahui macam-macam hal mengenai keterampilan,
fase latihan adalah orang akan berlatih untuk “mendarah dagingkan” keterampilan
itu. Dan fase otomatisme dimana seluruh rangkaian gerak-gerik telah berlangsung
dengan lancar.
2. Belajar
insidental
Belajar sesuatu tanpa mempunyai intensi atau maksud untuk mempelajari hal
itu, khususnya yang bersifat pengetahuan fakta atau data. Telah ditekankan oleh
De Corte, siswa disekolah juga bisa mengalami belajar semacam itu, tanpa
direncanakan oleh guru, namun hasilnya sebagai efek sampingan pada belajar lain
dapat menguntungkan maupun menghambat bagi perkembangan siswa.
3. Menghafal
Orang menanamkan suatu materi verbal didalam ingatan,
sehingga nanti dapat diproduksi secara harfiah sesuai dengan yang asli. Ciri
khas dari hasil belajar yang diperoleh ialah reproduksi secara harfiah dan
adanya skema kognitif. Pada waktu reproduksi harafiah ternyata skema berperan
sebagai tape videokaset yang hanya dapat diputar dari depan ke belakang untuk
bisa mendapat gambar yang jelas gejala ini menunjuk otomatisme pada prestasi
hafalan. Skema kognitif menjadi syarat utama bagi keberhasilan menghafal. Namun
ada syarat lain yang harus dipenuhi yaitu mengulang-ulang kembali materi
hafalan, sampai tertanam sungguh-sungguh dalam ingatan (overlearning),
lebih-lebih pada materi yang tidak mengandung struktur yang jelas.
4. Belajar
pengetahuan
Bentuk belajar ini adalah
orang mulai mengetahui berbagai macam data mengenai kejadian, keadaan,
benda-benda dan orang. Ciri khas dari hasil belajar yang diperoleh ialah orang
dapat merumuskan kembali pengetahuan yang dimiliki dengan kata-kata sendiri,
tidak perlu dirumuskan dalam bentuk aslinya. Van Parreren membedakan antara
pengetahuan yang fungsional dengan pengetahuan yang tersedia saja, lebih-lebih
bila pengetahuan itu menyangkut fakta yang diketahui dari mempelajari dua
bidang studi yang berlainan. Pembedaan itu hanya berkaitan dengan cara
informasi disimpan dalam ingatan.
Dalam pengetahuan yang
tersedia saja, informasi disimpan secara terpisah sedangkan dalam pengetahuan
fungsional, informasi yang baru diintegrasikan kedalam pengetahuan yang sudah
dimiliki misalnya informasi tentang fisika diintegrasikan dengan ilmu bumi yang
sudah dimiliki sebelumnya. Guru yang mengaitkan materi pengetahuan dengan
pengalaman hidup siswa dan menghubungkan fakta baru dengan yang sudah
diketahui, biarpun dalam bidang studi lain akan sangat membantu siswa untuk
memperoleh pengetahuan fungsional.
5.Belajar
arti kata-kata
Bentuk belajar ini adalah
orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan.
Perlu disadari bahwa suatu pengertian (konsep) dapat diperoleh lebih
dahulu, kemudian diberi nama berupa kata.
6. Belajar
konsep (pengertian)
Dalam proses belajar ini
orang mangadakan abstraksi, yaitu dalam obyek-obyek yang meliputi benda,
kejadian dan orang, hanya ditinjau dari aspek-aspek tertentu saja. Obyek tidak
ditinjau obyek detailnya tetapi aspek-aspek tertentu seolah diangkat dan
disendirikan. Misalnya pada bunga flamboyan, kembang sepatu, bunga anggrek,
bungan mawar, ditemukan sejumlah ciri yaitu “mekar, bertangkai, berbenang sari,
dan berputik”. semua ciri ditangkap dalam pengertian bunga dan dilambangkan
dalam dalam bunga. maka, pengartian/konsep adalah suatu arti yang mewakili sejumlah
obyek yang memiliki ciri-ciri yang sama. ciri khas dari konsep yang diperoleh
sebagai hasil belajar pengertian ini ialah adanya skema konseptual. skema
konseptual ialah suatu keseluruhan kognitif yang mencakup semua ciri khas yang
terkandung dalam suatu pengertian.
7. Belajar
memecahkan problem melaluli pengamatan
Dalam belajar ini, orang
dihadapkan pada problem yang harus dipecahkan dengan mengamati baik-baik.
Pemecahan problem merupakan tujusn ysng harus dicapai, tetapi tindakan yang
harus diambil supaya problem terpecahkan belum diketahui. Tindakan itu masih
harus ditemukan, dengan mengadakan pengamatan yang teliti dan reorganisasi
terhadap unsure-unsur di dalam problem. Dari reorganisasi melalui perubahan
dalam pengamatan, lahirlah suatu pemahaman yang membawa ke pemecahan problem.
8. Belajar
berpikir
Dalam belajar ini, orang
juga dihadapkan pada suatu problem yang harus dipecahkan, namun tanpa melalui
pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan. Problem harus dipecahkan melalui
operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode
bekerja tertentu.
9. Belajar
untuk belajar
Arti bentuk
belajar ini lebih luas dari pada bentuk-bentuk belajar yang dibahas sampai
sekarang dan mencakup banyak unsur dari bentuk-bentuk itu. Bentuk belajar ini
paling tampak jelas dalam belajar di sekolah, bila diamati perbedaan antara
siswa-siswa dalam kemajuan belajar. Seringkali ternyata, bahwa siswa-siswa
tertentu pada umumnya belajar lebih cepat serta lebih maju. Dengan demikian
perbedaan taraf inteligensi antara siswa dijadikan satu-satunya alasan untuk
menjelaskan perbedaan dalam hal kemajuan belajar. Biasanya siswa itu belajar
secara sistematik dan tidak bekerja secara impulsive, misalnya setelah membaca
kata-kata pertama dari suatu pertnyaan kemudian siswa mulai langsung menjawab
tanpa membaca bagian lain namun setelah hasil diperoleh siswa itu melakukan
refleksi bila hasilnya ternyata tidak sesuai atau tidak tepat maka diadakan
analisa terhadap kesalahan yang telah dibuat supaya lain kali tidak terulang
lagi.
10.Belajar
dinamik
Bentuk belajar ini bersifat
sangat kompleks, karena menyangkut lahirnya sumber-sumber energi psikis, yang
seolah-olah merupakan bahan bakar yang memberikan kekuatan dan dorongan kepada
orang untuk melakukan berbagai aktivitas diantaranya kegiatan belajar, sumber-sumber
energi psikis adalah kemauan, sikap, motiv dan perasaan. Didalam belajar
dinamik, dibentuk kemauan sikap, motif, dan modalitas perasaan, yang semuanya
mengambil bagian dalam pembentukan karakter. Dalam belajar ini berperanlah
unsure-unsur dari belajar kognitif dan belajar nonkognitif yang sulit
ditunjukkan satu persatu. Kompleksitas belajar ini bertambah rumit, karena
semua hasil belajar itu sebagian besar diperoleh bergaul dengan orang
lain.
Van Pererren membedakan
antara aktifitas kognitif dan non kognitif. Dalam aktifitas kognitif, prestasi
diberikan berdasarkan mengetahui, menimbang, memahami, berfikir, membandingkan,
memilih, dan lain sebagainya yang senuanya disertai kesadaran tinggi.
Misalnya menyebutkan deretan bilangan, membacakan syair yang telah dihafal.
Adapun aktifitas non
kognitif pretasi belajar diberikan berdasarkan menggerakkan, mengangkat,
menurunkan, yang semuanya berlangsung dengan sendirinya ( secara ostomatis )
tanpa diserta kesadaran tinggi. mengenai apa yang dilakukan dan menagapa
didesain seperti itu. Misalnya mendayung sepeda, menyalakan kompor, menendang
bola.
2.1.3 Menurut Robert M. Gagne
Manusia memilki beragam potensi, karakter, dan
kebutuhan dalam belajar. Karena itu banyak tipre-tipe belajar yang dilakukan
manusia. Gagne mencatat ada delapan tipe belajar :
1. Belajar isyarat (signal learning). Menurut
Gagne, ternyata tidak semua reaksi sepontan manusia terhadap stimulus
sebenarnya tidak menimbulkan respon.dalam konteks inilah signal learning
terjadi. Contohnya yaitu seorang guru yang memberikan isyarat kepada muridnya
yang gaduh dengan bahasa tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan.
2. Belajar stimulus respon. Belajar tipe ini
memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi yang
tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu
(shaping). Contohnya yaitu seorang guru memberikan suatu bentuk pertanyaan atau
gambaran tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh muridnya. Guru member
pertanyaan kemudian murid menjawab.
3. Belajar merantaikan (chaining). Tipe ini
merupakan belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik sehingga akhirnya
membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu. Contohnya yaitu pengajaran
tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-proses dan tahapan untuk
mencapai tujuannya.
4. Belajar asosiasi verbal (verbal Association).
Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang
berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan
yang tepat. Contohnya yaitu Membuat langkah kerja dari suatu praktek dengan
bntuan alat atau objek tertentu. Membuat prosedur dari praktek kayu.
5. Belajar membedakan (discrimination). Tipe
belajar ini memberikan reaksi yang berbeda–beda pada stimulus yang mempunyai
kesamaan. Contohnya yaitu seorang guru memberikan sebuah bentuk pertanyaan
dalam berupa kata-kata atau benda yang mempunyai jawaban yang mempunyai banyak
versi tetapi masih dalam satu bagian dalam jawaban yang benar. Guru memberikan
sebuah bentuk (kubus) siswa menerka ada yang bilang berbentuk kotak, seperti
kotak kardus, kubus, dsb.
6. Belajar konsep (concept learning). Belajar
mengklsifikasikan stimulus, atau menempatkan obyek-obyek dalam kelompok
tertentu yang membentuk suatu konsep. (konsep : satuan arti yang mewakili
kesamaan ciri). Contohnya yaitu memahami sebuah prosedur dalam suatu praktek
atau juga teori. Memahami prosedur praktek uji bahan sebelum praktek, atau
konsep dalam kuliah mekanika teknik.
7. Belajar dalil (rule learning). Tipe ini meruoakan
tipe belajar untuk menghasilkan aturan atau kaidah yang terdiri dari
penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya dituangkan dalam
bentuk kalimat. Contohnya yaitu seorang guru memberikan hukuman kepada siswa
yang tidak mengerjakan tugas yang merupakan kewajiban siswa, dalam hal itu
hukuman diberikan supaya siswa tidak mengulangi kesalahannya.
8. Belajar memecahkan masalah (problem solving).
Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah untuk
memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher order
rule). Contohnya yaitu seorang guru memberikan kasus atau permasalahan kepada
siswa-siswanya untuk memancing otak mereka mencari jawaban atau penyelesaian
dari masalah tersebut.
Selain
delapan jenis belajar, Gagne juga membuat semacam sistematika jenis belajar.
Menurutnya sistematika tersebut mengelompokkan hasil-hasil belajar yang
mempunyai ciri-ciri sama dalam satu katagori. Kelima hal tersebut adalah :
1. keterampilan intelektual : kemampuan seseorang
untuk berinteraksi dengan lingkungannya dengan menggunakan symbol huruf, angka,
kata atau gambar.
2. informasi verbal : seseorang belajar menyatakan
atau menceritakan suatu fakta atau suatu peristiwa secara lisan atau tertulis,
termasuk dengan cara menggambar.
3. strategi kognitif : kemampuan seseorang untuk
mengatur proses belajarnya sendiri, mengingat dan berfikir.
4. keterampilan motorik : seseorang belajar
melakukan gerakan secara teratur dalam urutan tertentu (organized motor act).
Ciri khasnya adalah otomatisme yaitu gerakan berlangsung secara teratur dan
berjalan dengan lancar dan luwes.
5. sikap keadaan mental yang mempengaruhi seseorang
untuk melakukan pilihan-pilihan dalam bertindak.
2.2 Penggabungan Dari Tiga Ahli (A. De Block, Robert M. Gagne, C. Van Parreren)
1. Belajar arti kata-kata. Belajar arti kata-kata maksudnya adalah
orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan.
2. Belajar Kognitif. Tak dapat disangkal bahwa
belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek yang diamati
dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang
merupakan sesuatu bersifat mental.
3. Belajar Menghafal. Menghafal adalah suatu
aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam ingatan, sehingga nantinya dapat
diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli,
dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat
diingat kembali kealam dasar.
4. Belajar Teoritis. Bentuk belajar ini
bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta {pengetahuan} dalam suatu
kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan untuk
memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah.
5. Belajar Konsep. Konsep atau pengertian adalah
satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama,
orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang
dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu.
6. Belajar Kaidah. Belajar kaidah {rule} termasuk
dari jenis belajar kemahiran intelektual {intellectual skill}, yang dikemukakan
oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu
sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan suatu keteraturan.
7. Belajar Berpikir. Dalam belajar ini, orang
dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui
pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus dipecahkan melalui
operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode
bekerja tertentu.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian materi
pada bab sebelumnya, maka di ambil kesimpulan akan teori bentuk atau jenis
belajar menurut 3 para ahli yaitu A. De Block, C. Van Parreren, dan Robert M.
Gagne.
Jenis-Jenis
Belajar Menurut A De Block memuat beberapa hal yaitu:
-
Belajar memiliki fungsi psikis, yaitu: Dinamik, Afektif, Kognitif dan Sensori
Motorik.
-
Dalam belajar materi yang dipelajari di dasarkan oleh: Teoritis, Teknis, Sosial, dan Estetis.
-
Hal – hal dalam belajar yang sering tidak
sebegitu disadari: Insidental, Mencoba-coba, dan Tersembunyi.
Jenis Belajar Menurut C. Van
Pareren memuat beberapa proses yaitu: Membentuk
Otomatisme, Insidental, Menghafal, Pengetahuan, Arti
Kata-kata, Konsep, Memecahkan
problem melalui pengamatan, Berfikir, Untuk
belajar, dan Dinamik.
Jenis belajar menurut Robert H. Davis memuat: Konsep, Prinsip, Pemecahan
Masalah, dan Kemampuan motor-perceptual.
Jenis-jenis belajar penggabungan
dari tiga ahli (A. De Block, Robert M. Gagne, C. Van Parreren):
1. Belajar Arti Kata-kata.
2. Belajar Kognitif.
3. Belajar Menghafal.
4. Belajar Teoritis.
5. Belajar Konsep.
6. Belajar Kaidah
7. Belajar Berpikir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar